Kamis, 10 Februari 2011

BAB III PROPOSAL PTK

BAB  III
RENCANA  PENELITIAN
A.  Seting Penelitian
   Penelitian yang berjudul “Strategi Pembelajaran Seni Rupa Bagi Siswa KelasVIII SMP Negeri  2  Cirebon Dengan Pendekatan Kontekstual Dan Pencapaian Hasil Belajarnya” merupakan Penelitian Tindakan Kelas deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Cirebon, di kelas VIII dengan jumlah siswa sebanyak 280 siswa, terdiri dari laki-laki 132 siswa, dan wanita 148 siswa, dengan jumlah kelas ada delapan kelas . Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Agustus 2009 dan berahir pada bulan November 2009.
B. Faktor yang diselidiki :
  1. Faktor siswa : Melihat kemampuan siswa dalam hal keterampilan menggambar, dan melukis ilustrasi, di kelas VIII SMP Negeri 2 Kota Cirebon, pada kegiatan  pembelajaran seni rupa.
  2. Faktor guru : Kinerja guru dalam melaksanakan, serta penyusunan rencana  pembelajaran, apakah sudah tepat  dan benar menggunakan strategi dengan pendekatan kontektual.
C. Rencana Tindakan      
    Dalam pelaksanaan PTK ini direncanakan tiga siklus. Masing-masing siklus mencakup    kegiatan :
1.    Perencanaan
Penulis mengidentifikasi masalah siswa dalam mengikuti pembelajaran seni rupa yang kurang bersemangat, mendiskusikan strategi dan pendekatan pembelajaran kontekstual, agar efektif dalam penggunaannya, serta kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa.
2.  Tindakan
Menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan yang meliputi :
a. Menetapkan strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
b. Evaluasi keberhasilan penggunaan stragegi belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual.
c. Menyusun rencana pengolahan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
      3.  Observasi                 
a.    Kegiatan yang dilakukan oleh penulis dalam tahap ini adalah, melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan strategi pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Kegiatan pengamatan diusahakan secara menyeluruh, dibantu dengan  lembar pengamatan, dan catatan lapangan.
b.  Menetapkan penyampaian materi, dengan strategi pembelajaran menggunakan  pendekatan kontekstual yang telah direncanakan.
c.    Dalam menyampaikan materi pembelajaran meliputi :
*     Menyiapkan rencana pembelajaran.
*     Menganalisis butir-butir materi pelajaran.
*     Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki siswa.
*     Menganalisis instruksional tugas yang harus dikerjakan siswa.
*     Mengembangkan alat evaluasi.
*     Mengembangkan strategi instruksional kegiatan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.
      4. Refleksi
      Tindakan yang sudah dilakukan kemudian di evaluasi hasilnya. Data hasil tindakan diolah dan dianalisis, digunakan sebagai dasar untuk menarik suatu simpulan. Dari hasil simpulan tersebut, penulis dapat menentukan perlu tidaknya diadakan penelitian ulang. Bila hasil simpulan tersebut tidak sesuai dengan rencana semula, maka langkah berikutnya mencari faktor penyebab adanya ketidaktercapaian tersebut.
D.  Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan : reduksi data, penyajian data,       penarikan simpulan dan verifikasi refleksi.
1.   Reduksi data
      Reduksi data yang diperoleh dari hasil observasi dan angket ditulis dalam bentuk rekaman data, dikumpulkan, dirangkum dan dipilih. Rekaman data mentah disusun diambil pokok-pokok yang penting untuk mempermudah.
2.   Penyajian data
      Data yang telah direduksi dan dikelompokkan, dideskripsikan dalam bentuk kalimat, untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu.
3.  Penarikan simpulan, verifikasi dan refleksi
Data yang diperoleh dicari pola, tema, hubungan dari data tersebut kemudian dihasilkan simpulan sementara. yang disebut dengan temuan peneliti. Penarikan simpulan dilakukan terhadap temuan peneliti berupa indikator-indikator yang selanjutnya dilakukan pemaknaan atau refleksi sehingga memperoleh simpulan akhir. Hasil simpulan akhir dilakukan refleksi untuk menentukan atau menyusun rencana tindakan berikutnya.
Sebagai standar ketuntasan belajar siswa digunakan patokan yang ditetapkan yaitu sebesar 70% secara individual dan ketuntasan secara     klasikal sebesar 85%. Rumus ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan dan peningkatan pembelajaran yang dicapai siswa.
4. Unsur penilaian analitis
Penilaian terhadap hasil pemahaman konsep gradien bersifat analitis.
Penilaian dengan pendekatan analitis merinci pemahaman tertentu agar lebih objektif dalam penilaian.
5. Menyimpulkan dan memverifikasi
  Dari kegiatan reduksi selanjutnya dilakukan penyimpulan akhir yang selanjutnya diikuti dengan kegiatan verifikasi atau pengujian terhadap temuan ilmiah.

BAB 2 PROPOSAL PTK


BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Deskripsi Teori
1. Pengertian Strategi
a. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Strategi adalah : Rencana yang cermat mengenai kegiatan           untuk mencapai sasaran khusus (Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995 : 964).
b. Strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Pupuh Fathurohman dan Sobry Sutikno, 2007:3)
c. Strategi pembelajaran pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan   kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariska (Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, 2005:11).
d. Strategi pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan pembelajaran, dengan mengintegrasikan komponen urutan kegiatan, cara    mengorganisasikan materi pelajaran dan pembelajaran, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan     pembelajaran yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. (Atwi      Suparman, 97:157).
2.  Strategi Pembelajaran
Mengajar pada hakekatnya menciptakan proses belajar pada siswa, guru mengkondisikan serta mengatur lingkungan kelas, sehingga terjadi proses interaksi antara siswa dengan lingkungan, guru, alat pelajaran, dan alat peraga. Melalui proses interaksi, diharapkan pada diri siswa terjadi proses yang dikenal dengan nama proses belajar (Nasution, 1982).
Peran seorang guru adalah pemimpin dan fasilitator belajar, mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran, tetapi suatu proses dalam upaya membelajarkan siswa (Nana Sudjana, 1987).
Komponen-komponen yang harus ada dalam proses pembelajaran menurut Nana Sudjana ( 1987) adalah tujuan, materi atau bahan ajar, metode dan alat, serta penilaian. Komponen-komponen tersebut tidak berdiri  sendiri, melainkan saling berhubungan dan mempengaruhi. Oleh karena itu, harus diupayakan hubungan yang sinergi antara ke empat komponen tersebut. Tugas ini dibebankan kepada guru, yang merupakan pengendali dalam proses pembelajaran tersebut.
Sasaran utama dalam proses pembelajaran adalah terjadinya proses belajar pada diri pembelajar, empat komponen seperti dijelaskan di atas, diatur dan disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Hal ini akan berkaitan dengan metode pembelajaran dan media yang harus digunakan, untuk menimbulkan proses belajar pada siswa dapat terwujud. model pembelajaran yang akan dilaksanakan agar efektif, dapat dilihat dari karakteristik seperti: prilaku pengajar, karakteristik pengajar, perilaku peserta didik, dan karakteristik kelas (Woolfolk, 1982)  yang dituntut dari seorang pengajar dalam melaksanakan proses pembelajaran adalah kemampuan dalam memotivasi siswa, menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang sesuai dengan tujuan, mempersiapkan dan menggunakan media pemelajaran, dan menilai hasil belajar. 
Tugas dan tanggung jawab seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengatur suasana kelas, agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.  karena suasana kelas merupakan utama psikologis yang mempengaruhi hasil belajar, guru dalam mengelola suasana kelas sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar
Suasana itu akan terwujud apabila dalam proses pembelajaran terjadi interaksi yang harmonis antara komponen ­komponen yang terlibat (pengajar, peserta didik, dan lingkungan sekitar). Selain itu, guru dituntut untuk mampu mengetahui karakteristik emosional peserta didik, dengan mengetahui karakteristik emosional peserta didik, dapat membantu mereka dalam mempercepat proses belajar, mampu  memotivasi siswa, mengetahui serta menghargai dan mengakui kemampuan yang dimiliki siswa. Memberi penghargaan terhadap setiap upaya yang telah dilakukan oleh siswa. Guru memberi teladan yaitu kesesuian antara ucapan dengan tindakan, agar para siswa lebih tertarik terhadap apa yang diajarkan. Setelah menciptakan suasana yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar, selanjutnya menciptakan landasan yang kukuh, dimulai dari penetapan tujuan. dalam komunitas belajar antara guru dan siswa memiliki tujuan yang sama.
Tujuan  peserta didik mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi pelajar yang lebih baik dan berinteraksi sebagai anggota komunitas dari masyarakat belajar, dan mengembangkan kemampuan lain yang dianggap penting (DePorter, 2002).
Tujuan dari pengajar  menjadikan peserta didiknya cakap dalam mata pelajaran yang disampaikan, dan mampu berinteraksi dalam masyarakat belajar. Dengan adanya kesamaan tujuan, maka upaya yang akan ditempuh dan dilakukanpun akan ada kesamaan. Jadi dalam proses pemelajaran tersebut terdapat kesesuaian antara apa yang harus dillakukan dan dinginkan peserta didik dengan apa yang harus dilakukan dan diinginkan pengajar. Kedua hal ini selanjutnya akan menjadi prinsip yang dikembangkan dalam komunitas belajar.
Keyakinan diri mempengaruhi tindakan dan perilaku siswa dalam pembelajaran, sehingga membantu kelancaran pelaksanakan tugas seorang guru. Memanfaatkan lingkungan sekitar dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung lebih cepat. Keadaan ligkungan sekitar  dapat dijadikan  media dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk membantu daya ingat Rancangan pengajaran ini sebagai jembatan yang digunakan guru untuk dapat masuk ke dunia peserta didik. Oleh karena itu, rancangan pengajaran tersebut harus dapat memuaskan gaya belajar siswa, sehingga dunia siswa dapat dibawa ke kedunia guru. Guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberi struktur uraian menjadi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/penutup dan mengisi serta melaksanakannya; menggunakan alat peraga; menggunakan metode mengajar; menutup pelajaran; dan mengevaluasi pembelajaran.
3. Seni Rupa 
Seni(Kecil, halus, elok, indah) rupa (bentuk) adalah bentuk seni yang mempunyai nilai  keindahan pada suatu benda. Seni lukis adalan seni tentang gambar-menggambar dan lukis –melukis. Seni pahat seni memahat (membuat patung dsb.) Seni rupa terdiri dari seni dua dimensi dan tiga dimensi.
4. Kurikulum Seni Budaya
            Kurikulum mata pelajaran seni budaya memuat aspek konsepsi, apresiasi, dan kreasi yang disusun sebagai suatu kesatuan. Ketiga aspek kegiatan tersebut harus merupakan rangkaian aktivitas seni yang harus dialami siswa dalam aktivitas berapresiasi dan berkreasi seni. Dalam menggambar hanya ada dua cara belajar yakni : belajar melihat, dan secara terusmenerus menggunakan pena, pensil, krayon serta berbagai media gambar lainnya. Gambar merupakan sesuatu yang alami dengan salah satu keinginan manusia, dalam mengekspresikan diri, pola pikir, dan emosi-emosinya. Dalam menggambar perlu melatih mata dan tangan, untuk mewujudkan bentuk-bentuk benda yang kita lihat. Melihat benda-benda seperti apa adanya, dan bukan seperti yang kita bayangkan, atau yang kita ingat, guna melatih dan kemauan belajar.
Zezane berpendapat ; bila anda bisa menggambar silinder, lingkaran dan kubus, maka anda bisa menggambar apa saja. Saya juga selalu berusaha untuk menyadari, memahami bentuk benda dan memberinya dimensi ruang, sehingga realitas bentuk tadi bisa dirasakan. Untuk menyatakan ekpresi atau mengungkapkan perasaan kita, diwujudkan dengan memberi terang dan gelap terhadap obyek gambar.
a. Rasional
Pendidikan seni budaya sebagai mata pelajaran di Sekolah Menengah Pertama diberikan atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
Pendidikan Seni budaya memiliki sifat :
1.         Multilingual
Multilingual adalah mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan     berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai     perpaduannya.
2.         Multidimensional
Multidimensional yaitu mengembangkan kompetensi meliputi persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetik etika, dan estetika.  
3.         Multikultural
Multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan  kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan Mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai, bertoleransi, demokratis, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Pendidikan seni budaya memiliki peranan dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis dalam logika (jalan pikiran yang masuk akal), rasa estetis (mempunyai penilaian terhadap keindahan) dan artistiknya (mempunyai nilai seni), serta etikanya (baik dan buruk tentang hak dan kewajiban moral serta akhlak) dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan emosional (menyentuh Perasaan)/(EQ), kecerdasan intelektual (cerdas, berakal, dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan) (IQ), kecerdasan adversitas (AQ) dan kreativitas (CQ), serta kecerdasan spiritual dan moral (SQ) dengan cara mempelajari elemen-elemen, prinsip-prinsip, proses dan teknik berkarya, sesuai dengan nilai-nilai budaya dan keindahan, serta sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat sebagai sarana untuk menumbuhkan sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati.
Pendidikan seni memiliki peranan dalam pengembangan kreativitas, kepekaan rasa dan inderawi, serta kemampuan berkesenian melalui pendekatan belajar dengan seni, belajar melalui seni, dan belajar tentang seni. Bidang-bidang seni seperti musik, tari, teater, rupa, dan media memiliki kekhasan tersendiri berdasarkan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pembelajaran mata pelajaran pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam gagasan gagasan keterampilan/keahlian proses kreasi seni serta mengapresiasikan seni dengan cara mengilustrasikan pengalaman pribadi, mengeksplorasi (menggali) rasa, melakukan pengamatan dan penelitian (mempelajari) atas elemen, prinsip, proses dan teknik berkarya yang dikaitkan dengan nilai-nilai budaya serta keindahan dalam masyarakat yang beragam.
b. Pengertian
Pendidikan seni melibatkan semua bentuk kegiatan berupa aktivitas fisik dan cita rasa keindahan. Aktivitas fisik dan cita rasa keindahan, tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran, yang masing-masing mencakup materi sesuai dengan bidang seni dan aktivitas dalam gagasan-gagasan seni, keterampilan berkarya serta apresiasi dengan memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat.
c. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran
Mata pelajaran pendidikan seni memiliki fungsi dan tujuan menumbuhkembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk, mengembangkan kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan, serta mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi dan memamerkan dan mempergelarkan karya seni.
d. Ruang Lingkup
Lingkup materi mata pelajaran Pendidikan Seni meliputi seni rupa, musik, tari, dan teater. Pendekatan pengorganisasian materi pada mata pelajaran Pendidikan Seni menggunakan pendekatan terpadu, yang penyusunan kompetensi dasarnya dirancang secara sistemik berdasarkan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjabarkan dalam konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Hal-hal itu dijabarkan sebagai berikut:
x Kemampuan perseptual yang meliputi kepekaan inderawi terhadap rupa, bunyi, gerak    dan perpaduannya;
x Pengetahuan yang meliputi pemahaman, penganalisisan, dan pengevaluasian;
x Apresiasi yang meliputi kepekaan rasa etestika dan artistik serta sikap menghargai dan menghayati karya seni
x Kreasi memcakup segala bentuk dalam proses produksi berkarya seni dan berimajinasi.
Materi disusun berdasarkan pengorganisasian keilmuan yang didasarkan pada prinsip dari hal konkret ke hal abstrak, dari yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang kompleks, serta disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan siswa
e. Standar Kompetensi Lintas Kurikulum
Standar Kompetensi Lintas Kurikulum merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar Kompetensi Lintas Kurikulum ini meliputi:
- Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya
- Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan hubungan.
- Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber.
- Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat. Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis.
Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
Berpikir logis, kritis, dan lateral (di sebelah sisi, di sisi, ke sisi, ke pinggir) dengan memperhitungkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain.
f. Standar Kompetensi Bahan Kajian
    Seni Rupa
x Mampu menggunakan kepekaan inderawi dan intelektual dalam memahami, mempresentasi tentang keragaman gagasan, teknik,materi dan keahlian berkarya seni rupa Nusantara dan mancanegara dalam dua dan tiga dimensi.
x Mampu menggunakan rasa estetika dalam mempersepsi, memahami, menanggapi, merefleksi menganalisis, dan mengevaluasi karya seni rupa Nusantara dan mancanegara sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat
x Mampu berekspresi dalam dua dan tiga dimensi dengan beragam teknik dan medium seni rupa Nusantara dan mancanegara.
x Mampu mengkomunikasikan gagasan, teknik, materi, dan keahlian berkarya seni rupa Nusantara dan mancanegara melalui kegiatan pameran.
g. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Kompetensi mata pelajaran pendidikan seni budaya pada jenjang SMP  adalah sebagai berikut:
1. Siswa mampu menganalisis, menilai keunikan, berkreasi dan memamerkan atau mempergelarkan karya seni berdasarkan keragaman gagasan, bahan, alat/medium dan teknik dalam berkreasi seni Nusantara (daerah setempat).
Siswa mampu mempresentasikan tanggapan, menunjukkan sikap empati dan menghargai, berkreasi dan memamerkan atau mempergelarkan karya seni berdasarkan keragaman gagasan, bahan, alat/medium dan teknik dalam berkreasi seni Nusantara.
Siswa mampu mempresentasikan tanggapan, menunjukkan sikap empati dan menghargai, berkreasi dan memamerkan atau mempergelarkan karya seni berdasarkan keragaman gagasan, bahan, alat/medium dan teknik dalam berkreasi seni Nusantara dan mancanegara
h. Rambu-Rambu
Standar kompetensi dan materi pembelajaran pendidikan seni disusun secara terpadu antar bidang seni meliputi seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater berdasarkan keseimbangan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pencantuman subkompetensi dasar dilakukan untuk mempermudah pemahaman guru dalam penyusunan silabus. Pemilihan bidang seni disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Sekolah seyogyanya memberikan pengalaman belajar seni secara menyeluruh meliputi seni rupa, musik, tari dan teater. Sekolah yang belum mampu dapat melaksanakan minimal salah satu bidang seni. Pembelajaran mata pelajaran pendidikan seni menekankan pada pengembangan kepekaan estetik” yang diimplementasikan dalam ketiga kompetensi dasar pendidikan seni yang meliputi konsepsi, apresiasi dan kreasi. Keseluruhan kompetensi dasar (konsepsi, apresiasi dan kreasi) dikembangkan melalui pengalaman eksplorasi dan berkreasi, sedangkan kegiatan teori diberikan secara integratif di dalamnya. Urutan kompetensi dasar dan materi pokok dalam satu tahun bukan merupakan urutan hirarkhis, tetapi diberikan secara utuh dan berulang sampai pada tingkat yang lebih tinggi. Kreasi meliputi segala proses berkarya dan penyajian seni dari tingkat yang paling sederhana hingga yang paling kompleks dan meliputi semua usaha berkarya yang diawali dengan kebebasan dalam memilih gagasan, bentuk, teknik dan bahan yang digunakan sesuai dengan kondisii daerah setempat.
Penilaian meliputi proses dan hasil pembelajaran serta pengembangannya mencakup kompetensi dasar konsepsi, apresiasi dan kreasi. Penilaian proses dan produk dilakukan dengan menerapkan berbagai bentuk metode penilaian, seperti portofolio, pengamatan dan evaluasi diri.
Setiap aktivitas berapresiasi seni dan berkreasi seni dikaitkan dengan konteks seni dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Kegiatan pameran dan pergelaran karya seni dapat diberikan minimal setahun sekali. Dalam seni rupa, materi gambar teknik sudah terintegrasi dalam kompetensi merancang karya seni rupa dua dan tiga dimensi.
3. Pengertian Pembelajaran
a.             Pembelajaran adalah : Proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995 : 14).
b.    Pembelajaran adalah proses terjadinya interaksi atau hubungan timbal balik               antara    siswa dengan guru, dan antara sesama siswa dalam satu situasi dan         kondisi yang  mendorong siswa untuk secara aktif belajar.
c.      Pembelajaran adalah upaya seseorang (guru), untuk menciptakan kondisi    orang   lain (siswa), mau melakukan proses belajar dengan memberikan ilmu            pengetahuan, kecakapan dan keterampilan (Affandi, 1998).
d.      Pembelajaran seni rupa melatih siswa setahap demi setahap agar mampu      berekspresi dalam seni rupa sehingga pada akhirnya dia memiliki kepekaan       rasa seni (Suhardjo, 1989 / 1990 : 28).
4. Pembelajaran seni rupa
          Pembelajaran seni rupa adalah suatu bentuk kegiatan pembelajaran sebagai upaya untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam mengembangkan dirinya menuju ke tingkat kematangan pribadi secara harmonis (Affandi, 1998 : 3). Upaya yang dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk secara aktif mengalami berolah seni rupa.
5. Pendekatan Kontekstual
          Pendekatan adalah suatu antar usaha dalam aktivitas kajian, atau interaksi, relasi dalam suasana tertentu, dengan individu atau kelompok melalui penggunaan metode-metode tertentu secara efektif. Pendekatan pembelajaran sebagai proses penyajian isi pemelajaran kepada siswa untuk mencapai kompetensi tertentu dengan suatu metode atau beberapa metode pilihan.Dengan demikian pendekatan dapat dikatakan lebih luas dari metode, dan lebih komprehensif dalam kajian, akan tetapi lebih aplikasi dalam praktik baik disadari maupun tidak (http://www.pembelajaran.com)
            Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan  antara pengatahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. (CTL DEPDIKNAS:2002:5)
6. Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran yaitu Kontuktivisme, , menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian.
a)   Kontruktivisme
      Kontruktivisme sebagai landasan berfikir pendekatan kentekstual,         dimana pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit. Dalam          aplikasinya pada pembelajaran seni rupa praktik menggambar     atau melukis.
b)   Menemukan
     Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran     berbasis kontekstual. Bentuk pelaksanaannya mengamati dan         mengumpulkan data-data dari obyek yang diamati untuk di gambar    atau di lukis.
c)   Bertanya
     Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu  diawali dari bertanya.       Penerapannya pada semua aktivitas belajar bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa atau orang ahli yang        didatangkan ke kelas
d)   Masyarakat Belajar
     Hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.   Penerapannya belajar dalam kelompok kecil maupun kelompok    besar.
e)   Pemodelan
     Dalam sebuah pembelajaran hendaknya ada model yang bisa ditiru.
     Dalam pembelajaran seni rupa, model membantu kelancaran belajar siswa.
f)    Refleksi
     Refleksi cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berfikir      ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu.  Pada pembelajaran seni rupa berupa hasil karya.
g)   Penilaian yang Sebenarnya
     Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai     data yang bisa memberikan  gambaran perkembangan belajar siswa. Pada pembelajaran seni rupa penilaian dinlai dari proses, bukan      hanya hasil.
7. Pengertian Belajar
a)      Belajar mempunyai arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
b)      Berlatih.
c)      Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
          Morgan mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Hendroyuwono, 1982 / 1983 : 3).
          Surya (1981 : 32) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
          Mahmud (1989 : 121 – 122) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perolehan tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, dan terjadi dalam diri seseorang karena pengalaman.
          Dari pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atas pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.         
8. Keberhasilan Belajar
a) Soeitoe (1982 : 83) perubahan mental pada diri pelajar atau modifikasi    kecenderungannya, ada 3 jenis perubahan :
(1)   Perubahan kognitif, terdiri dari pengetahuan atau cara melihat atau mengerti sesuatu.
(2)   Perubahan motivasi yakni perubahan tujuan dan minat.
(3)   Perubahan tingkah laku yang berbeda dengan 2 perubahan yang terdahulu karena perubahan tingkah laku dapat dilihat oleh orang lain.   

b) Arifin (1990 : 23) keberhasilan mempunyai beberapa kunci antara lain :
(1)   Keberhasilan belajar sebagai indiaktor kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
(2)   Keberhasilan belajar lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
(3)   Keberhasilan belajar sebagai bahan informasi dalam moral pendidikan.
(4)   Keberhasilan belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi   pendidikan. 
(5)   Keberhasilan belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.

            Keberhasilan belajar merupakan pencapaian hasil usaha siswa setelah mengikuti pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan.   
B. Kajian Hasil Penelitian
Landasan filosofi Kontekstual adalah kontruktivisme, untuk memahami kontruktivisme, berikut adalah kajian teori yang dikembangkan Jhon Dewey.

Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh langsung oleh siswa berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. Dalam proses pembelajarannya lebih ditekankan pada model belajar kolaboratif. Siswa belajar dalam kelompok tidak seperti pada pembelajaran konvensional, bahwa siswa belajar secara individu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa seorang siswa tidak hanya belajar dari dirinya sendiri, melainkan juga belajar dari yang lain. Dengan demikian, model pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah model pemelajaran yang terpusat pada masalah dan model belajar kolaboratif. Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia.,dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing.
Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk peserta didik. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Pikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka. Untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagai pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.Proses ini dinamakan konstruktivisme, pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman yang ada pada peserta didik. Siswa mempunyai pemikiran mereka sendiri tentang hampir semua hal, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika kefahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, maka semua ide awal yang dimliki mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam tes, mungkin mereka memberi jawaban seperti yang dikehendaki oleh guru.
John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa, pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun, atau membina pengalaman secara berkesinambungan keikutsertakan peserta didik di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Melalui teori konstruktivisme ini, diharapkan pengajaran guru itu dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk meramalkan secara bebas dan terbuka segala pengetahuan setelah proses pembelajaran berlangsung. Pengajaran secara tidak langsung itu nanti dapat memberi satu pengalaman baru kepada peserta didik. Pengalaman itu akan dikaitkan pula dengan teori kognitif di mana ia akan disimpan dalam ingatan atau memori peserta didik baik pada jangka pendek atau ingatan jangka panjang.Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan, bahwa dilihat dari perspektif estimologi yang disarankan oleh konstruktivisme, maka peran guru akan berubah, perubahan tersebut meliputi teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, dan pelaksanaan kurikulum pada umumnya. Sebagai contoh, guru harus mengubah kaidah mengajar dari tuntutan agar peserta didik dapat meniru dengan tepat apa yang disampaikan oleh guru, menjadi kaidah pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan peserta didik dalam membina skema pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya. Dengan demikian, pembelajaran harus diubah dari kaca mata guru menjadi pemelajaran berdasarkan kacamata peserta didik. Artinya, bukan bagaimana guru mengajar, melainkan bagaimana agar peserta didik dapat belajar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:
1) murid tidak hanya dibekali dengan fakta-fakta, melainkan diarahkan pada kemampuan penguasaan dalam proses berfikir dan berkomunikasi,
2) Guru hanya merupakan salah satu sumber pengetahuan, bukan orang yang tahu segala-galanya. Jadi guru hanya berperan sebagai fasilitator dan   pembimbing belajar peserta didik.
3) sebagai implikasinya, dalam penilaian pun harus mencakup cara-cara penyelesaian masalah dengan berpatokan pada aturan yang berlaku.   
Teknik-teknik tersebut dapat berbentuk peta konsep, diagram ven, portopolio, uji kompetensi, dan ujian komprehensip.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah:
1)   Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika siswa tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan    yang dimilikinya.
2)   Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.
3)   Untuk menilai keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain.

MODEL
BELAJAR
KARAKTERISTIK
MODEL
PEMELAJARAN
PENDEKATAN
STRATEGI
Konstruktivisme
-  Belajar sebagai
proses
mengkonstruksi
pengetahuan
berdasarkan
Pengalaman dan
Interaksi dengan
lingkungan
-  Siswa aktif
-  Siswa bekerja
dalam kelompok
- Guru berperan
Sebagai fasilitator
dalam menyiapkan
Kondisi yang
kolaboratif
Berpusat pada
masalah
Inquiry
Free Inquiry
Structured laboratory
inquiry
Model inquiry
Suchman
Penciptaan
Pengetahuan
Theme-based model:
pupil centered,
"multi-disciplinary
free inquiry"
Discovery

Kooperatif
Jigsaw
STAD
TGT
TAI
Group Investigation
Learning Together
Pemecahan
Masalah/
problem
solving
Heuristik
Algoritma
Subgoals


Gagnon and Collay’s


Lima fase/Five E’s


Empat Fase